Subscribe:

Senin, 19 Maret 2012

Suara Laut



Oleh : Dedytha Nur Annisa

Ombak berderu
Nyiur berseru
Mengapa harus terjadi ?
Kejam
Kau bunuh kawan kami
Sadis
Kau nodai pesona kami
Kemana nelayan harus merengkuh dayung
Apapila ikan-ikan mati
Bagaimana manusia tak kelaparan
Apabila racun menguasai
Mereka yang tak tahu dosa
Mereka yang tak bermoral

Andai aku adalah laut
Genggamlah kata-kata ini
Lihatlah air mataku
Dengarlah jeritanku
Pilu
Menyayat hati
Tiada senyum berseri
Telah kau renggut anugerah ini
Tinggalkan rupa pucat pasi

Rintihan Sebatang Pohon


Oleh : Dedytha Nur Annisa

Lihatlah sekujur tubuhku
Para serdadu hijau mati satu persatu
Menjadi mayat coklat nan kering
Hanya bersama tangan-tangan kurus aku hidup
Senantiasa temani tubuh tertua
Kulitku tersayat oleh terik
Perih
Sedih
Ketika tangis pantomim mendera
Tak ada manusia yang sedu sedan
Bahkan semut-semut kecil menutup telinganya
Peluhku tanpa daya
Ragaku miris tak bergaya

Tawa riang anak-anak kecil
Kini hilang secepat tiup angin
Mereka yang biasa bersandar di kakiku
Kini lari entah kemana
Mungkin ke rumah teduh
Tinggalkanku yang lumpuh
Hanya diam dan bersimpuh

Pada siapa aku mengadu ?

Minggu, 18 Maret 2012

El Amor Clasico



“Alejandro...
¿Dónde estas tu ?”
Gambar amplop dan tanda panah ke kanan segera menghilang dari layar i-phone Helga. Hujan semakin merapat. Samar-samar apa yang Helga lihat. Kaktus tajam di teras mungkin akan memuntahkan air apabila ia meminum seper berapa ribu air hujan.
Alejandro, pekat di hati Helga. Sekarang panas tanpa sebab sengatan matahari sang pusat tata surya. Tetapi karena Alejandro, matahari di hatinya yang mulai melangkah ke barat. Tabu akan kata yang ia ucapkan dulu.
10 x 24 jam gambar amplop di i-phone Helga tidak muncul dari seberang terlebih dahulu.
***
Real Madrid versus Barcelona di Santiago Bernabeu. Stadion termegah sepanjang masa yang dimiliki Real Madrid penuh bagai lautan manusia. Gemerlap lampu di rumah Los Blancos memberi pencerahan ke setiap sudut.
Para punggawa berjalan dengan tegap menyusuri pertengahan si hijau. Disusul dengan tamunya merah biru dari Catalunya. Applause untuk mereka,bukan hanya applause tetapi suara drum yang sengaja di ajak untuk dibunyikan di situ. Bising untuk semangat. Real Madrid telah siap menerkam rival abadinya bermodalkan intelektual dan para galactico.
Tidak dirubah dari hari biasanya, di depan layar televisi bersama bayangan. I-phone putih bernyanyi ditambah frekuensi kecil getaran. Sebuah pesan sangat singkat hadir. Menyapa saja, ‘hai’. Dua belas angka yang berderet tanpa keterangan sang tuan. Helga menekan i-phone-nya sesuai kata-kata yang ia inginkan untuk membalas budi atas sebuah sapaan. Tanpa basa-basi, tombol hijau ia klik. Pergi sudah pesannya. Menyeberangi satelit, meluncur dengan energi sinyal, atau bertabrakan beradu kekuatan dengan amplop imjinasi lain.
“Siapa ?”
“Alejandro. Madridista, what do you think about this match ?”
“So wonderful, I feel El Real will  be the winner.”
“Hahaa, maybe yes maybe no. But Barcelona will destroy Santiago Bernabeu.”
“Impossible.”
Malam yang nyaris menjelajahi penghujung hari. Jangkrik bernyanyi, melantunkan nada-nada khas yang hanya sejumput manusia yang bisa menirukannya. Dari dua sudut pandang. Di mata Helga dan Alejandro. Dalam cuaca yang relatif sama dan iklim yang pasti sama. Udara dingin lewat di balik dinding bata tebal yang dilapisi semen juga ditegakkan besi kekar.
*
Rabu. Apakah itu hari keserasian ?
Tisu putih tanpa kuman, tergeletak di atas meja Helga. Meja coklat kayu tak berukir yang tepat berhadapan dengan meja guru, menjadi sandaran alat tulis dan tangannya ketika ia hendak belajar. Hitamkan sedikit bagian tisu itu. Tentu saja dengan makna tertentu. Bukan hanya goresan seperti yang diciptakan bayi ketika mencoret-coret tembok. H-ELGA.
“Helga ! Habis outbond pikirannya pada rancau”, menyeret tisu kubertuliskan H-ELGA

Kamis, 01 Maret 2012

DI BALIK JARING RAKETMU


            “Tan, jangan lupa besok seleksi dance di V B.”
“Oke. Bukannya semua grup dance tampil ?”
“Kalo pesertanya dikit ya tampil semua.”
“O. Jam berapa ?”
“Belum pasti waktunya, besok menyesuaikan aja. Paling sekitar jam 8.”
“Hmm, thanx ya.”
Di bawah kejamnya mentari yang kontroversial karena pigmen, Titi melayangkan kabar seleksi dance untuk acara perpisahan kelas VI. Aku diberi tahu kabar itu ketika melintasi pertengahan diagonal tak simetris lapangan upacara sekolah. Mungkin pada titik koordrinat (2,-1). Akan relatif lebih jauh apabila melintasi pinggiran lapangan upacara. Sederhana saja, seperti rumus matematika phytagoras c = , sisi miring lebih mempersingkat waktu daripada jalan L. Aneh, mengapa ia tak memberi informasi di kelas saja. Faktanya Titi satu kelas denganku, IV B. Mungkin daya ingat di dalam kelas dan di luar kelas berbeda.
*
            Dalam eksentrika alunan musik hip hop aku, Rani, Rinda, Fira, Gita, dan Putri akan berlatih keras untuk kelancaran besok. Mengulangi langgak-lenggok tubuh kami kemarin. Cukup menyenangkan suasana teras rumah Putri yang seperti surga fauna kecil di antara flora hijau. Sesekali kami duduk berbincang secara lesehan di lantai putih memiliki efek seperti petir sambil menyeruput limun cocopandan merah dingin yang memberi kesejukan tenggorokan. Ini bulan Juni, tentu saja kami berani minum limun dingin, karena tak sedikitpun air hujan menetes di musim kemarau.
            Masih tentang dance, lompat sana lompat sini. Tangan harus begini atau begitu. Namanya juga dance, ekspresi dan kreasi sangat penting. Setelah itu tinggal menunggu hasilnya yang berupa apresiasi dari beberapa pihak. Tepuk tangan menjadi hadiah paling sederhana pada sebuah pementasan.
*
Aku duduk di bangku bersama teman satu grup dance. Berebut oksigen, mungkin secara ilmiah seperti itu. Suasana begitu penuh sesak oleh 60an pasang mata, yang sejatinya ruangan itu hanya berkapasitas 40 orang. Tapi tak seorang pun mengeluh, enjoy dengan suasana sekarang dengan hiburan dance, menyanyi, dan sebagainya.
Sebagian anak laki-laki di belakang menaikkan kursi di atas meja agar dapat melihat jelas seleksi untuk perpisahan. Aneh-aneh saja tingkah mereka. Tiga orang itu adik kelasku