by : Dedytha
Musim ber-Mxit ria melanda dunia anak-anak muda. Termasuk aku yang terbawa arus media chatting tersebut. Banyak orang-orang misterius yang sulit kubayangkan wujudnya. Berteman dunia maya dengan cara memaksa jari menari-nari di atas keypad handphone. Sungguh mengasyikkan dan memainkan imajinasi. Bahkan sampai lupa akan aktivitas wajib.
Ketika jari-jariku sedang menari dengan lincah untuk menjawab teman-teman, hingga suatu saat ada pesan yang beratas nama Endra, teman sekelas saat kelas 3 SMP. Kubaca deretan huruf yang terbaring di layar handphone. Ternyata bukan dari teman sekelasku, melainkan dari lelaki asing yang bernama Dedy, ia sahabat sekaligus tetangga Endra. Ini menjadi hari pertama aku berkenalan dengannya. Pertukaran nomor handphone dan menanyakan tempat tinggal menjadi topik perbincangan terhangat di antara kami.
Pikiranku melayang memperkirakan bagaimana wujud asli Dedy. Otakku megatakan rambutnya jabrik, kulitnya coklat, dan berbadan besar. Hanya sekadar prediksi semata. Jarum jam yang seperti berlari pun menunjukkan waktu semakin berlalu. Namun tak kuhiraukan itu. Tak bisa dipungkiri kalau rasa penasaranku menyihir isi otakku pada Dedy, Dedy, dan Dedy. Bagai sebuah obsesi.
***
Di penghujung bulan ramadhan, Dedy memutuskan untuk mengunjungi rumahku. Jauh prediksiku, meleset tak tentu. Wujudnya sangat berbeda dari bayanganku. Kulitnya putih, wajahnya cerah, tubuhnya cukup mungil untuk ukuran lelaki, dan senyumnya sungguh menawan. Lelaki yang namanya hampir sama dengan nama depanku itu menjabat tanganku untuk pertama kalinya. Tak butuh waktu lama untuk proses mendinginnya telapak tanganku bagai gurun es. Semua karena jantung yang berdetak lebih kencang dan aliran darah seperti mendapat tekanan. Matanya yang tajam memaksaku tak mampu menatapnya lebih lama lagi.