CATATAN : Saya menggunakan tokoh-tokoh dalam anime Naruto milik Mr. Masashi Kishimoto. Fanficton ini saya tulis hanya untuk bersenang-senang. Suka atau tidak suka, terserah. Selamat membaca ~^.^~
Matahari tersenyum seperti hari-hari
sebelumnya. Bersama rombongan cahayanya, ia memberi vitamin D gratis. Tak lupa
kokok ayam yang –pokpokpokpok- sedikit berisik, membangunkan umat manusia yang
semacam antonim dari insomnia. Di kediaman Yamanaka...
“Apa
yang kau pikirkan-un ?”, Deidara penasaran pada kakak kembarnya, Ino.
“Senior
tampan, teman sekelas tampan, teman beda kelas tampan, dan semacamnya”, senyum
blink-blink.
“Kau
yakin mereka akan tertarik padamu-un ?”
“Tentu
saja, lihat aku !”, kata Ino bangga, dengan mengibaskan rambut kudanya. Deidara
yang telah bermuka lempeng, melihat aksi Ino yang dikhawatirkan rambut itu akan
menyabet muka Deidara. “Kenapa ?”
“Huff...
Aku menanti kumisku tumbuh tapi tidak tumbuh-tumbuh-un, bagaimana ini-un ?”,
sadness, ngenes, lemes.
Flashback
Hampir
setiap hari, Deidara menemukan kado pink di laci kelasnya. Berganti-ganti pula
jenisnya ; coklat, gantungan kunci, pencil 2B pink, hair conditioner, mercon (karena ia tahu bila Deidara selalu
menganggap ‘seni adalah ledakan’, entah dari mana sumber informasinya), hingga
baju renang wanita. Tanpa pengirim yang jelas, tetapi tulisan yang sama. Tulisan
yang rapi, indah, berseri. Tentu saja itu hanya dari 1 orang. Mengingat beberapa
wanita yang telah ditolak cintanya oleh Deidara karena terlalu selektif memilih
wanita untuk dijadikan pacar. Tetapi orang itu begitu gigih memperjuangkan
cinta Deidara. Hingga tertulis surat pink...
Temui aku di lapangan futsal setelah bel pulang
sekolah. Aku menunggumu.
Penggemar rahasiamu
Di
lapangan futsal...
“Deidara
senpai !”
“Tobi...”
End
of Flashback
Menahan
tawa. “Aduh adikku sayang, kau sudah terlihat macho !, kata Ino semi kepepet.
Deidara berbinar-binar. “Ayo berangkat-un, aku takut telat-un !”
“Jangan
tirukan aku !”, deathglare.
***
Ino’s
PoV
Aku
tak mengerti ini undang-undang atau konvensi dari bumi mana. Mengerikan sekali.
Ketika masuk Junior High School dulu tidak ada seperti ini, yaa atau lebih
tepatnya aku beruntung dulu mengawali JHS bukan di negara ini. Sial sekali,
mengapa hari pertama masuk Senior High School harus penuh penyiksaan batin, kulit, dan yang
paling parah TELINGA.
Panas
UV menjelang siang, tidak sehat. Mau tidak mau aku harus berada di sini. Mana aku
lupa pakai sunblock lagi. Aduh, earphone pun aku tak bawa.
“Yamanaka
Ino ! Jawab !”, wanita dengan warna rambut sejenis dengan Ino dan berkuncir 4
itu mengagetkannya sembari melihat nama ‘Yamanaka Ino’ pada kartu peserta hijau
yang menggantung di lehernya.
“Eeh..
apa kakak ?”
“Apa-apa
!? Kau sudah membawa bekal makan siang kangkung mentah saus jengkol belum ?”
“Senpai,
kangkung itu harus dimasak dulu sebelum di makan. Ini aku bawa, this is it...
tumis kangkung saus jengkol balado”, (bayangin Farah Quinn). Ino tersenyum
polos dan berharap senior itu akan mencicipi masakannya.
Deathglare.
“Kamu maju ke depan ! Terima konsekuensinya !”
“Woles,
woles, senpai !”
Bagai
preman pasar yang memanggil anak buahnya untuk menghajar mangsa. Serta tatapan
burung hantu, ah tidak, tatapan mata pisau lebih tepatnya. “Senior ! Di sini
ada yang membawa ‘tumis kangkung saos jengkol balado’ !” The preman’s geng
datang. Jedhuar !
“Bla...
bla... bla...”, suara beberapa senior yang campur aduk.
“Beraninya
kamu membuat tumis kangkung !”, senior berambut kuncir nanas hitam berkoar.
“Mau
konsekuensi berapa ?”, giliran senior bertato pedang di kedua pipinya yang
menanyakan pertanyaan konyol.
“Kamu
sudah melanggar peraturan !”, kata senior berambut pink menegaskan.
“Kamu
tidah menggunakan EYD !”, kali ini senior yang memiliki 3 goresan di
masing-masing pipinya.
“Bla...
bla... bla...”, suara beberapa senior yang campur aduk (lagi).
Di
seberang sana, ada yang diam saja dan hanya menyaksikan penggertakan itu. Senior
berkulit pucat, rambut hitam, dan notabene master melukis.
GELAP.
Deidara’s
POV
“Yang
berambut blonde panjang !”
“Iya-un”
“Kenapa kepangan tali sepatu di depan topi baskommu cuma satu ?”
“Kenapa kepangan tali sepatu di depan topi baskommu cuma satu ?”
“Oh ini, tenang dulu-un !”
“Tidak bisa !”
“Cepat tua lho !”
“Berisik, aku hanya satu
tahun lebih tua darimu !”
“Senpai yang berisik.”
“Grrr... jawab !”
“Kalau pakai 5 kepangan
tali sepatu yang berjajar norak-un. Nanti dikira orang gila-un”, jawab Deidara
dengan pede nya dan sangat tenang.
“Kamu ! Maju ke depan
terima konsekuensi”.
“Butir-Butir Pasir
Perlahan melaju ke hilir
Tapi entah dari mana para
pasir
Diam-diam berdesir
Mengarungi udara-udara
pesisir
Wahai kau senpai pasir
Di mana kah alismu terukir
?”
Gaara senpai
kejang-kejang, mungkin gara-gara mendengar puisiku. Siapa suruh memberiku hukuman
seperti ini. Hihiii...
***
Anjing menggonggong,
pandangan kosong, Ino bengong.
BRAKK. Deidara menggebrak
meja belajar Ino. “Kita perlu bicara 4 mata-un !”
“Bisakah kau lebih sopan
sedikit pada wanita yang lebih tua darimu ini ?”
“Hah, kau hanya 5 menit
lebih tua dariku-un !”
“Tetap saja lebih tua !”
“Oke, nenek ! Adawww.....”,
sebuah jeweran sukses beraksi di telinga Deidara.
“Kau mau bicara apa tadi ?”
Mengelus talinganya. “Apa
kau berpacaran dengan Gaara senpai ?”
“Tidak. Memangnya kenapa ?
Kau cemburu karena suka padanya ?”
“Najong-un. Aku NORMAL !”
“Terus ?”
“Tadi Gaara senpai
memelukku dari belakang pas jam istirahat-un.”
“Apa hubungannya denganku
?”
“Hubungannya adalah kau
dan aku sangat mirip, apalagi dari belakang. Jadi sebaiknya kau mengaku saja,
lalu peringatkan dia untuk lebih berhati-hati dalam membedakan wujud kita ! Aku
malu-un.”
“Fufufuu.... sudahlah. Dia
tampan kok, tenang saja”, tersenyum.
“Aku NORMAAAAAAL !!!”
“Sudah, sudah... jangan
berteriak, ini sudah malam. Jangan merusak mood
ku, besok aku harus terlihat segar dan cantik. Yaa aku akan berkencan
dengan........”
Flashback
Semakin
terang-terang-terang... Kedip-kedip.
“Akhirnya
kau bangun juga”, seorang senior tampan telah duduk di samping tempat tidur
UKS.
“Eh
senpai... kok aku di sini ?”
“Hmm,
aku terpaksa membawa ke sini. Sudah 1 jam kau tidak bangun-bangun tapi akhirnya
bangun juga, syukurlah. Kau tadi pingsan di tengah keributan.”
Pipi
Ino mulai merah. “Ohh, jadi senpai yang membawaku ke sini”
“Panggil
saja aku Sai”. Tersenyum hingga matanya benar-benar tertutup.
“Sai
senpai... maaf, aku tadi memancing keributan”. Menunduk sok malu, padahal mau.
“Itu
sudah biasa. Oh ya, aku telah membaca di buku ini”. Menunjukkan sebuah buku. “Kalau
seseorang tiba-tiba pipinya menjadi merah ketika menatap mata lawan jenis, itu
artinya.....”
“Maaf
senpai, sepertinya aku sudah sehat, aku permisi dulu”.
“Tunggu
Ino, tadi aku menggambarmu ketika kau tak sadarkan diri. Ini untukmu”,
tersenyum polos khas Sai.
“Wah...
indah sekali”. Kagum. “Terima kasih, sen.... KYAAAAA !!!”
“What’s
wrong ?”
“Ini
bukan aku ! Kau menggambar Deidara, saudara kembarku. Lihat, di gambar ini
poninya ada di kiri, sedangkan poniku ada di kanan ! Perhatikan baik-baik..”
“Ohh,
maaf maaf, kalau begitu ini untuk Deidara saja. Lain kali aku akan menggambar
wajahmu”.
End
of Flashback
“O,
jadi dia yang menggambar wajahku-un, hihiii”
“Aku
hampir lupa mengatakan padamu, besok kau berangkat sendiri, aku akan ke sekolah
bersama Sai senpai”.
“Eh
tapi kan...”
“Ya
aku tau, Lamborghini Veneno kita kehabisan bensin. Karna BBM naik, ayah jadi
sedikit pelit memberi kita uang bensin...”, menunduk lesu.
“Bagaimana
kalau besok aku ikut kalian berdua ?”
“Maaf
Dei-kun, mobil Sai senpai itu Ferarri 458. Kau tau sendiri kan, seperti apa..”
“Ya
ya, aku tau. Spesial 2 orang seperti mobil kita”.
“Aaa,,
kau pakai motorku saja !”
“Apa
!? Motormu ungu blink-blink bermotif lavender, Ino-chan. Itu terlalu feminim-un”.
“Lalu
siapa suruh kau menabrak pohon beringin, sampai motor sportmu itu hancur tanpa
bentuk ? Kalau kau tidak mau ya sudah. Silakan ke tempat pemberhentian bus atau
angkot yang dari rumah kita jaraknya kira-kira 1 kilometer. Atau kau mau
dijemput Gaara senpai, gratis. Lalu kau juga ditawari pulang olehnya”, Ino
tersenyum nakal.
“Huhh,
menyebalkan ! Yasudah, besok aku pinjam motormu”, mendengus kesal dan berharap
Gaara tidak melihatnya memakai motor Ino yang super feminim atau Gaara akan
semakin agresif.
Di
tempat lain (Gaara’s PoV)
Dia begitu cantik. Namanya
Deidara. Deidara-chan, sedikit sakit memang, kau dorong hingga terjatuh meski
bisa bangkit lagi, tak seperti Butiran Debu.
Bokongku memar terkena keramik yang sengaja kau jodohkan padaku. Sepertinya kau
hanya kaget karena pelukan yang secara tiba-tiba hadir untukmu, dariku.
Tiba-tiba aku teringat
pada saat itu, ketika kau memberiku sebuah puisi. Jujur saja, aku kaget,
mungkin kau memang pujangga di hatiku. Aku salah memberimu hukuman semacam itu.
Kau terlalu mahir mempermaikan orang dengan kata-katamu. Tapi itulah pesonamu. Pesona
yang dimiliki insan sepertimu telah membuatku mabuk kepayang. Epilepsi.
Dei-chan, aku tidak akan
menyerah memperjuangkan cintamu. Izinkan aku menatap matamu yang sebening embun
pagi, menggenggan tanganmu yang sehalus jalan tol, membelai rambutmu yang
sekuning ramen, eh...
***
“Ino-chan, bisakah
tinggalkan kami berdua ?”
“Eh, baik Gaara senpai”.
Mengerlingkan sebelah matanya pada Deidara. Ekspresi masam dari muka Deidara
pun muncul tanpa permisi.
“Deidara-chan, aku ingin
mengatakan sesuatu padamu”. Menundukkan kepala malu-malu, mengumpulkan
keberanian, dan menggenggam sebuket mawar pulih yang ia sembunyikan di balik
punggungnya. “Ehm, mungkin aku tak perlu berpanjanglebar menjelaskannya, karena
aku tahu kau tak punya banyak waktu. Kau harus pulang bersama Ino-chan, lalu
sampai rumah cuci tangan, cuci kaki, ganti baju, makan siang, lalu mungkin kau
ada kursus, ya mungkin kursus. Begini Deidara-chan...”. Menunjukkan sebuket
mawar putihnya. “Aku bingung harus mulai dari mana. Tapi semua orang tahu,
semua orang mengerti bahwa aku bukanlah orang yang suka berbasa-basi, apalagi
bertele-tele dalam mengatakan sesuatu. Kau tahu juga kan ?”. Gaara tersenyum
manis. “Lihat ! Awan gelap itu bergerak menjauhi kita”. Menunjuk pada awan. “Itu
artinya bumi merestuinya, angin telah menyingkirkan awan gelap yang mengganggu
kita, matahari pun semakin menghangatkan hari ini. Mereka tak ingin merusak
hari kita, Dei-chan”. Gaara memejamkan mata dan menghayati setiap kata-kata
yang diucapkannya.
WUSH !!!
“Wajahmu yang cantik,
kulitmu yang mulus, rambutmu yang indah itu semua merupakan anugrah Yang Kuasa.
Dan saat ini aku ingin mengatakannya...”. Mata tetap terpejam dan sedikit
menunduk. “Aku.... menyukaimu...”, wajah tegap, berpandangan lurus, dan perlahan
membuka matanya. “Deidara-chan... Deidara-chan ? Kau di mana ?”, menunduk
sedih, air matanya mulai menetes. “Dei-chan... kau tega”.
3
hari kemudian...
Ketika
jam istirahat...
“Deidara-chan,
sekarang waktu yang tepat untuk mengungkapkannya”. Deidara menoleh pada Gaara
yang memegang pundaknya dan cengoh. “Aku ingin semua orang jadi saksi atas
cinta kita. Tepat pukul 09.15 di Jumat Kliwon ini, menjadi saat bersejarah kita
berdua”. Deidara berbalik badan agar lebih jelas melihat Gaara dan Gaara pun
menatapnya serius. Dengan suara volume maksimal, “Deidara-chan, maukah kau
menjadi kekasihku ?”
Suit-suit..
Prok prok prok.. Terima terima !!! Suara-suara itu menggema jadi satu. Para penggemar
Deidara dan Gaara menjadi lemas.
SYUUT...
Deidara membuka jaket hitam bermotif awan merahnya dan membawanya di pundak
kanannya (Bayangkan di pilem-pilem dengan slow motion). Memamerkan otot-ototnya
yang kekar bin atletis, karena saat itu bajunya sangat tipis dan ketat. Lengannya
yang seksi, perut yang kotak-kotak, dan sebagainya merupakan porsi yang sangat
ideal sebagai seorang lelaki. Semua gadis langsung bermata ‘love’, beberapa
lelaki yang awalnya tidak tahu bila Deidara itu lelaki langsung pingsan kecuali
Gaara.
Deidara
geram dan berteriak, “DENGARKAN AKU ! AKU TIDAK HOMO ! AKU INI LELAKI TULEN !”
“K-kau..
kau tak pernah bilang padaku kalau kau lelaki ! Oh, tidak mungkin”
“Agar
kau percaya, apa aku harus menunjukkan ‘kejantananku’ dulu !?”
Gaara
kejang-kejang.